Ceritakan Ceritaku

I
Hey, apa kabarmu??! Kau tahu, bertahun-tahun aku menunggu kabar darimu, bertahun-tahun pula aku menunggumu di muara pintu. Tapi yang sering kudapati hanyalah hembusan angin lalu yang beku.

II
Kau tahu, aku punya banyak cerita untukmu. Cerita tentang bintangku, tentang matahariku, tentang pagiku, tentang senjaku yang aku menyimpannya sendiri. Menunggu waktu untuk kubagi ceritaku padamu selepas kau pergi.

III
Bahkan angin pun sampai jenuh mendengarku bercerita. Dulu aku sering berbagi cerita padamu tentang apa saja. Aku juga masih ingat sewaktu kita terakhir bertemu karena setelah itu kau menghilang dengan tiba-tiba, tanpa jejak. Sampai aku pun habis akal untuk memilih jalan mana yang harus kulewati, rumah mana yang harus kusinggahi dan pintu mana yang harus kuketuk untuk dapat menemukanmu. Aku menyerah pada puncaknya, jejakmu tak mampu kutemukan sekalipun itu hanya biasnya saja, lalu perlahan aku mulai belajar menghapus jejakmu. Dan setelah kepergianmu, baru aku tahu bahwa aku memerlukanmu, membutuhkanmu untuk berbagi semua cerita.

IV
Dan tiba-tiba pula kau menampakkan diri seperti hantu, setelah aku lupa karena aku tak dapat menemukan pintu yang harus kuketuk. Kau tahu, bahkan aku pun tak dapat melukiskan bahagiaku ketika kita bertemu. Kau tahu seperti apa rasanya…rasanya seperti berada di musim semi, bunga-bunga bermekaran di sana-sini dan sinar matahari pun terasa hangat.

V
Tapi waktu telah turut andil merubah semuanya, merubahmu, merubahku. Dan perubahan itu menahan ceritaku sampai di ujung bibir. Aku harus belajar menahan diri untuk menceritakan waktu-waktu ketika kau menghilang dengan tiba-tiba, menahan diri untuk menceritakan bagaimana rasanya kehilangan karena ternyata aku terlambat menyadari bahwa kau memiliki arti penting untukku.

VI
Dan sekarang aku ceritakan ceritaku padamu lewat baris-baris abstrak yang aku sendiri tidak tahu apakah ini layak untuk disebut puisi atau hanya layak untuk disebut sekedar pepesan kosong belaka. Dan aku telah ceritakan ceritaku padamu…

“ku”

jangan memanggil atau menyebut
“ku” dengan sesuatu yang tak layak untuk disambut

jangan membuat undangan tentang
“ku” yang tengah melayang bimbang laksana kunang-kunang

jangan melukis senja
“ku” dalam warna yang buram remaja

tapi panggil dan sebut
“ku” dengan ikhlas yang dirajut

juga buatlah undangan
“ku” yang tengah berdiri di depan perapian

dan lukislah senja
“ku” dalam oranye yang bersahaja

karena matahari
“ku” masih menunggu titah-Nya di lain hari

 

 

*untuk seorang mister yang selalu memanggilku dengan sebutan yang tak kusuka

MANUSIA

Siapa makhluk yang sempurna

Jawabannya manusia

Siapa yang mempunyai akal

Jawabannya juga manusia

Dan siapa yang menyia-nyiakan akal

Jawabannya masih manusia

Bila ditanya apa maunya

Maka manusia menjawab ini dan itu

Bila telah diberikan semuanya

Maka manusia berkata lagi yang ini dan yang itu

Bila telah diberikan juga

Maka manusia bertanya “hanya ini untukku?”

Manusia makhluk yang sempurna

Tapi serakah

Manusia memiliki akal

Tapi tidak digunakan

Ah, manusia…

Kapan manusia bisa bersyukur?

Asam Asam, 20 April 2009

Beberapa Tips Menghilangkan Trauma Masa Lalu

1. Analisa

Menganalisa penyebab trauma kita?! Yup. Cari tempat yang tenang, fokuskan pikiran dan ingatlah apa yang sudah terjadi…semua penyakit pasti ada obatnya, dan bila kita menemukan penyebabnya, insya Allah kita juga bisa membuat penawarnya sendiri.

2. Let it flow

Apapun yg sudah terjadi tentu sudah ditulis-Nya dan kita hanya bisa ambil hikmahnya. Jika itu buruk maka berusahalah untuk memperbaikinya dan jangan sampai terulang lagi. Biarkan semuanya dipupus waktu karena waktu adalah obat yg terbaik.

3. Hadapi, dan jangan takut!

Ya, hadapi saja dan jangan pernah takut karena sesuatu yang buruk telah meninggalkan bekas yang begitu dalam pada diri kita (secara psikologis). Ketakutan hanya akan mengurung kita dalam trauma berkepanjangan…dan akan membuat kita pesimis dalam memandang dan menjalani hidup.

4. Having fun

Lakukan hal-hal yang menyenangkan yang membuat kita tak punya waktu untuk flashback pada penyebab trauma kita. Suasana yang menyenangkan akan membuat kondisi kejiwaan kita jadi rileks juga.

5. Berprasangka baik

Allah sudah berjanji bahwa Dia tidak akan memberi cobaan di luar batas kemampuan hambaNya. Segala ketentuanNya yang baik atau buruk…ber-husnudzan saja. Jika Dia menguji kita, maka itu artinya Dia masih sayang kita. Jangan jadikan itu sebagai pemicu trauma…tapi sebagai ajang koreksi diri. Apa yang menurut kita baik belum tentu menurut pandanganNya baik, begitu pula sebaliknya.

6. Take it or leave it!

Setuju dengan kutipan di atas. Itu adalah pilihan. Jika kita memilih seperti seekor burung yang terus terkurung di dalam sangkarnya…maka kita tak bisa melihat indahnya dunia, tak bisa mensyukuri nikmat yang sudah kita dapatkan sampai hari ini. Jika kita meninggalkan trauma itu…maka kita telah memperbarui hidup kita. Pilihan itu ada pada kita sendiri. Kalaupun terus terkurung dalam trauma itu, maka itu adalah sebuah kesalahan karena hidup terus berputar.

7. Berdoa

Ada ikhtiar pasti ada doa juga. Jika salah satunya kurang maka akan sia-sia saja. Setelah kita berusaha maka berdoalah agar Allah selalu memberi kekuatan pada kita agar bersabar dalam hidup…termasuk juga dalam menindak trauma kita. Sebenarnya Dia tak pernah memberi kita trauma…hanya saja kita yang menanggapinya terlalu berlebihan sehingga menjadi sebuah trauma psikologis yang berkepanjangan. Kita yang mengubah trauma itu.