Menekuni pasir
Menghitung waktu dalam pikir
Jika saja pasir dapat diukir
Mungkin ia pun enggan memilih rupa, karena ia pasir
Tak ingin menjadi yang lain
Cukuplah ia menjadi pasir
Menekuni pasir
Menghitung waktu dalam pikir
Jika saja pasir dapat diukir
Mungkin ia pun enggan memilih rupa, karena ia pasir
Tak ingin menjadi yang lain
Cukuplah ia menjadi pasir
rinduku penuh
padanya
padaNya
sesaat nanti kembali bersua
di sebuah waktu yang penuh berkah
di sebuah waktu yang penuh lipat ganda
di sebuah waktu yang semoga di dalamnya
masih ada nafasku, hangat
I
Hey, apa kabarmu??! Kau tahu, bertahun-tahun aku menunggu kabar darimu, bertahun-tahun pula aku menunggumu di muara pintu. Tapi yang sering kudapati hanyalah hembusan angin lalu yang beku.
II
Kau tahu, aku punya banyak cerita untukmu. Cerita tentang bintangku, tentang matahariku, tentang pagiku, tentang senjaku yang aku menyimpannya sendiri. Menunggu waktu untuk kubagi ceritaku padamu selepas kau pergi.
III
Bahkan angin pun sampai jenuh mendengarku bercerita. Dulu aku sering berbagi cerita padamu tentang apa saja. Aku juga masih ingat sewaktu kita terakhir bertemu karena setelah itu kau menghilang dengan tiba-tiba, tanpa jejak. Sampai aku pun habis akal untuk memilih jalan mana yang harus kulewati, rumah mana yang harus kusinggahi dan pintu mana yang harus kuketuk untuk dapat menemukanmu. Aku menyerah pada puncaknya, jejakmu tak mampu kutemukan sekalipun itu hanya biasnya saja, lalu perlahan aku mulai belajar menghapus jejakmu. Dan setelah kepergianmu, baru aku tahu bahwa aku memerlukanmu, membutuhkanmu untuk berbagi semua cerita.
IV
Dan tiba-tiba pula kau menampakkan diri seperti hantu, setelah aku lupa karena aku tak dapat menemukan pintu yang harus kuketuk. Kau tahu, bahkan aku pun tak dapat melukiskan bahagiaku ketika kita bertemu. Kau tahu seperti apa rasanya…rasanya seperti berada di musim semi, bunga-bunga bermekaran di sana-sini dan sinar matahari pun terasa hangat.
V
Tapi waktu telah turut andil merubah semuanya, merubahmu, merubahku. Dan perubahan itu menahan ceritaku sampai di ujung bibir. Aku harus belajar menahan diri untuk menceritakan waktu-waktu ketika kau menghilang dengan tiba-tiba, menahan diri untuk menceritakan bagaimana rasanya kehilangan karena ternyata aku terlambat menyadari bahwa kau memiliki arti penting untukku.
VI
Dan sekarang aku ceritakan ceritaku padamu lewat baris-baris abstrak yang aku sendiri tidak tahu apakah ini layak untuk disebut puisi atau hanya layak untuk disebut sekedar pepesan kosong belaka. Dan aku telah ceritakan ceritaku padamu…
Kau
:Senja, dalam oranye yang bersahaja
kau
bukan pagi yang biru
yang mengintip dari balik tumpukan tanah dan batu
kau
bukan juga semburat halus di ufuk
yang berteman dengan bintang timur di pelupuk
kau
bukan pula oranye yang ceria
yang bisa meniti embun pagi dengan leluasa
kau
adalah senja yang merayu waktu
yang menghitung detik sampai garis waktumu tepat lurus di angka nol
kau
adalah garis halus di barat yang menyemu
yang menyapu retinaku bersama iringan doa-doa untukmu
kau
adalah senja yang berada dalam lingkaran
berupa keikhlasan dalam munajat sebuah kata ”barakallahu”
kau
adalah oranye yang bersahaja
yang makin dewasa sejak detik nol kesekian kalinya terbaca
oleh waktumu yang menyisa
kau
adalah senja yang makin menua
karena matahari akan memenuhi titah-Nya
akan membuat senja lain di esok hari
sesuai dengan janji-Nya sampai batas hari akhir nanti
kau
adalah senja dalam warna oranye yang bersahaja
dalam usia yang makin menyempit terasa
***
Asam Asam, 13 Januari 2011
____________________________________
nb: puisi ini diikutkan dalam Lomba Ultah Untuk Senja, ultah seorang Saudara di Facebook ^_^
jangan memanggil atau menyebut
“ku” dengan sesuatu yang tak layak untuk disambut
jangan membuat undangan tentang
“ku” yang tengah melayang bimbang laksana kunang-kunang
jangan melukis senja
“ku” dalam warna yang buram remaja
tapi panggil dan sebut
“ku” dengan ikhlas yang dirajut
juga buatlah undangan
“ku” yang tengah berdiri di depan perapian
dan lukislah senja
“ku” dalam oranye yang bersahaja
karena matahari
“ku” masih menunggu titah-Nya di lain hari
*untuk seorang mister yang selalu memanggilku dengan sebutan yang tak kusuka
Dalam Bumi yang Bergejolak
:Laa tahzan, Innalaha ma’ana
Gerak geliat meregang rongga
Menembuas batas liat yang menganga
Gerak kaku memecah batu
Gerak gemulai yang membuat lunglai
Menyeruak hening pada hidup yang damai
Dalammu ada panas
Dalammu ada bara yang menggelora
Dalammu ada gejolak nafas
Yang siap kau raungkan dengan perkasa
Gerak geliat yang bergolak
Laksana laut yang tengah di puncak
Dan tanpa pilih menghantam pesisir
Menyisir putih dengan biru yang keruh
Porak poranda sampai mengaduh
Sampai hilang musnah seluruh
Ya…
Dalammu ada tangis yang menyayat
Dalammu tertumpah pilu yang sekarat
Dalammu ada kulit-kulit yang melepuh
Dalammu juga ada asin yang menghempas kuat sampai runtuh
Maka, nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan
Ketika kemudahan tersaji di hadapan
Yang seketika hilang setepukan tangan
Apakah ini hukuman
Ataukah ini sebuah peringatan
Atau bahkan sejatinya adalah teguran
Lewat gunung yang bergejolak
Bersamaan laut yang bergolak
Ya Rabbi…
Sudah terlampau jauhkah kami lalai dariMu?
Hingga kau perintahkan pada gunung dan laut
untuk bergejolak, untuk bergolak
Meruntuhkan angkuh kami yang hanya makhluk
Dan menunjukan keperkasaanMu
Ya Rahman, Ya Rahim…
Ampuni khilaf dan dosa-dosa kami yang tak tahu diri
Yang lalai karena hal dan nafsu duniawi
Ampuni kami yang tak bisa syukuri
Segala kemurahanMu yang berlimpah
Ya karim…
Dalam bumi yang bergejolak ada tangis, ada ratap
Ada harap, ada doa, ada insyaf
Dari setiap hati yang berduka
:Laa tahzan, Innallaha ma’ana
Assalamu’alaikum pagi
Teriring salam untuk matahari
Yang sampai hari ini masih setia terbit dari timur
Terucap salam juga untuk langit
Yang sampai detik ini masih tersangga sempurna
Dan salam pula untuk hidup
Yang akan dilewati hari ini dengan Bismillah
Yang adalah awal untuk memulai langkah
Dan juga awal untuk memulai gerak
Untuk berhamburan di muka bumi yang mulai jengah
Agar menjadi ibadah pada setiap detak
____________________
4isyah_4ulia
28 Agustus 2010