Majnun dan Singgasana Khalifah


Syahdan, di Baghdad, pada masa Khalifah Harun al-Rasyid, hiduplah seorang miskin yang biasa dipanggil “si majnun”. Suatu saat, terjadi kegaduhan di istana, tak lama setelah sholat Jumat selesai. Sontak, khalifah dan para menteri yang baru saja menunaikan shalat Jumat merasa kaget dengan kejadian tersebut.

“Apakah gerangan yang terjadi wahai penjaga?” tanya khalifah kepada penjaga. “Ampun tuanku, jika tindakan kami lancing dan mengusik istirahat baginda. Namun, orang gila inilah yang menyebabkan keributan ini terjadi. Dia begitu lancang dan berani duduk-duduk di atas kursi singgasana kebesaran baginda ketika para penduduk negeri tengah menunaikan shalat Jumat,” timpal hulubalang.

Khalifah bertanya kepada sang pelaku, “Apa benar yang dikatakan hulubalang?” Majnun menjawab, “Sebenarnya hamba tidak bermaksud lancang. Saya mendengar betapa nikmatnya duduk di singgasana. Namun ketika saya duduk, saya dipergoki hulubalang yang selanjutnya menghajar saya. Jika akibat tindakan tersebut lalu saya dipukuli. Lalu bagaimana nasib baginda yang selama bertahun-tahun duduk di singgasana tersebut?”

Setelah mendengar jawaban tersebut, Khalifah Harun al-Rasyid terdiam dan menangis. Dia tersadar akan beratnya amanah dan tanggung jawab yang dipikulnya selama ini. Setelah peristiwa itu, khalifah terlihat begitu berhati-hati menjalankan pemerintahannya.

Ditulis Oleh: M. Syafi’i

*************************************************************************

Sumber : Majalah Sabili Edisi 09 TH. XVI, 20 November 2008 / 22 Dzulqaidah 1429

_________________________________________________________________

Beda banget sama sekarang. Kursi kekuasaan dianggap anugerah, padahal bisa jadi itu musibah bagi yang mendudukinya.

Karena menjadi pemimpin yang adil dan amanah itu nggak mudah, tetapi sayang sekali…hanya segelintir orang yang menyadarinya.

Tinggalkan komentar