Not a Servant, but a Warrior…a Fighter


Apakah kamu ingin menjadi seorang putri?? Kalau pertanyaan itu diajukan kepada seluruh perempuan di permukaan bumi ini maka mayoritas dari mereka dapat dipastikan akan menjawab “ya”. Tapi kalau pertanyaan itu ditujukan padaku, maka aku akan termasuk dari mereka yang sedikit yang menjawab “tidak”.

Menjadi seorang putri adalah impian banyak wanita. Betapa tidak, ini adalah tentang ratusan bahkan ribuan pelayan, tentang gaun indah dan perhiasan mewah, tentang posisi dan prestise, tentang kekaguman seluruh penduduk bumi, tentang ribuan mata yang tertuju padanya, tentang seorang pangeran, dan tentang kesempurnaan materi dalam hidup.

What a perfect life and it’s so beautiful, right?? ^__^

Okey, tapi bukan itu yang ingin aku bicarakan. Cerita ini bermula ketika aku mengenal seorang teman (yeahh…just a friend!!) satu kuliah. Dan okelah awalnya dia memang teman yang baik dan seru untuk diajak ngobrol. Tapi itu berubah dalam hitungan menit, dalam satu jentikan jari dan satu tepukan tangan ketika pertemanan itu mulai tidak tulus. Kenapa juga sih pertemanan itu awam sekali ada yang tulus??

Buatku dia adalah sosok yang membosankan, tiba-tiba saja berubah seperti itu. Entah, aku juga tidak tahu kenapa. Dia berubah jadi seperti seorang yang tidak punya prinsip, sebagai laki-laki dia jadi terlalu nurut…manut. Haha…harusnya aku sebagai wanita senang bisa dekat dengan laki-laki seperti itu karena apa-apa mauku pasti akan dituruti.

Tapi tidak, harusnya dia punya prinsip, punya sikap, bisa memutuskan, bukan hanya manut apa kataku dengan alasan mencoba mengerti aku. See??!! Just like a princess.

Aku tidak suka menjadi seorang putri. Diperlakukan istimewa, dipenuhi segala permintaan tanpa mampu memperhitungkan atau sekedar memberi pertimbangan tentang baik buruknya suatu hal. Just like a servant.

Itu belum genap satu jam dan aku sudah merasa bosan. Apalagi kalau selama sisa hidupku harus kuhabiskan dengan seorang yang seperti itu. Aku bukan putri dan aku tidak suka diperlakukan seperti seorang putri. Aku cinta hidupku yang biasa-biasa saja, yang membuatku bisa berjuang dan mandiri, yang membuatku tetap bisa tegak berdiri.

Pun seandainya seorang wanita memerlukan pendamping, maka itu bukan berarti dia hendak menjadikan pendampingnya itu sebagai seorang yang berada di bawahnya untuk diinjak. Tidak!!! Tapi untuk berada di belakangnya dan menahannya ketika hendak jatuh, untuk berada di depannya dan melindungi ketika di depan ada bahaya, untuk berada di sampingnya ketika sedang berjalan di permukaan bumi kehidupan. Untuk berada di sekelilingnya ketika ia dibutuhkan. Dan seperti itu pula aku. Bukan memerlukan seorang pelayan tapi seorang pejuang. Bukan seorang yang manut nurut tapi seorang yang lembut tapi tegas.

Yaahh….mungkin aku harus sedikit bersikap memaksa untuk membuat dia mengerti. Bahwa aku punya sikap dan batasan. Dan aku sangat amat tidak suka apabila semua perkataanku hanya disebutnya sebagai “alasan”. Alasan yang diada-adakan.

Dan cuma satu, I don’t need a servant but a warrior….a fighter.

2 thoughts on “Not a Servant, but a Warrior…a Fighter

Tinggalkan komentar